Pendekatan Konstruktivis Sosial
Pada
pembahasan ini akan memfokuskan pada pemikiran kolaboratif yang didukung oleh
pendekatan konstruktivis sosial.
PENDEKATAN
KONSTRUKTIVIS SOSIAL UNTUK PENGAJARAN
Pendekatan
konstruktivis sosial menggunakan sejumlah inovasi didalam pembelajaran di
kelas.
Konstruktivis
Sosial dalamKonteks Konstruktivis yang Lebih Luas
Konstruktivisme
menekankan bahwa individu akan belajar dengan baik apabila mereka secara aktif
mengkontruksi pengetahuan dan pemahaman.Teori perkembangan menurut Piaget dan
Vygotsky bersifat kontruktivis. Menurut semua pendekatan konstruktivis ini,
murid menyusun sendiri pengetahuannya.
Secara umum, pendekatan konstruktivis sosial menekankan pada konteks sosial dari
pembelajaran dan bahwa pengetahuan itu dibangun dan dikonstruksi secara bersama
(mutual) (Bearison & Dorval, 2002).Keterlibatan dengan orang lain membuka
kesempatan bagi murid untuk mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman mereka saat
mereka bertemu dengan pemikiran orang lain dan saat mereka berpartisipasi dalam
pencarian pemahaman bersama (Gauvin, 2001).
Model Vygotsky menyatakan bahwa anak
berada dalam konteks sosiohistoris. Dalam pendekatan konstruktivis Piaget, murid
mengkonstruksi pengetahuan dengan mentransformasikan, mengorganisasikan, dan
mereorganisasikan pengetahuan dan informasi sebelumnya. Vygotsky menekankan
bahwa murid menkonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang
lain.Isi dari pengetahuan ini dipengaruhi oleh kultur dimana murid tinggal,
yang mencakup bahasa, keyakinan, dan keahlian/keterampilan.
Piaget menekankan bahwa guru
seharusnya memberi dukungan bagi murid untuk mengeksplorasi dan mengembangkan
pemahaman.Vygotsky menekan bahwa guru harus menciptakan banyak kesempatan bagi
murid untuk belajar dengan guru dan teman sebaya dalam mengkonstruksi
pengetahuan bersama (Kozulni, 2000). Dalam model Piaget dan Vygotsky, guru
berfungsi sebagai fasilitator dan membimbing ketimbang sebagai pengatur dan
pembentuk pembelajaran anak.
Beberapa pendekatan sosiokultural, seperti
Vygotsky, menekankan pada pentingnya kultur dalam pembelajaran; misalnya,
kultur bisa menentukan keahlian apa yang penting (seperti keahlian computer,
keahlian komunikasi, keahlian teamwork).
Periset juga menemukan bahwa
pembelajaran kolaboratif sering kali bekerja baik dalam kelas yang punya tujuan
pembelajaran yang dispesifikasikan dengan baik (Gabrielle & Montecinos,
2001). Dalam satu analisis terhadap pendekatan konstruktivis sosial, guru
dikatakan tertarik untuk melihat pembelajaran melalui tatapan mata murid
(Oldfather, dkk., 1999). Analisis yang sama juga mencatat beberapa kelas
konstruktivis sosial berikut ini (Oldfather dkk., 1999) :
·
Orientasi tujuan penting dari kelas ini
adalah konstruksi makna kolaboratif.
·
Guru memantau perspektif, pemikiran, dan
perasaan murid.
·
Guru dan murid saling belajar dan
mengajar.
·
Interaksi sosial mendominasi kelas.
·
Kurikulum dan isi fisik dari kelas
mencerminkan minat murid dan dipengaruhi oleh kultur mereka.
Situated
Cognition
Istilah
ini mengacu pad a ide bahwa pemikiran selalu ditempatkan (disituasikan) dalam
konteks sosial dan fisik, bukan dalam pikiran seseorang. Konsep situated cognition menyatakan bahwa
pengetahuan dilekatkan dan dihubungkan pada konteks dimana pengetahuan
dikembangkan (Gauvain, 2001; King, 2000). Jika demikian, maka adalah masuk akal
untuk menciptakan situasi pembelajaran yang semirip mungkin dengan situasi
dunia riil.
GURU
DAN TEMAN SEBAYA SEBAGAI KONTRIBUTOR BERSAMA UNTUK PEMBELAJARAN MURID
Guru
dan teman sebaya atau sekelas dapat memberi kontribusi bersama untuk
pembelajaran murid. Ada empat alat untuk melakukan metode ini,yakni scaffolding, pelatihan kognitif (cognitive apprenticeship), tutoring, dan pembelajaran kooperatif
(Rogoff, 1998; Rogoff, Turkanis, & Bartlett, 2001).
Scaffolding
Teknik mengubah level dukungan
sepanjang jalannya sesi pengajaran; orang yang lebih ahli (guru atau teman sesame
murid yang lebih pandai) menyesuaikan jumlah bimbingannya dengan kinerja murid.
Pelatihan
Kognitif
Hubungan
di mana pakar memperluas dan mendukung pemahaman pemula dan menggunakan
keahlian kultur.
Tutoring
Pada
dasarnya tutoring adalah pelatihan kognitif antara pakar dengan pemula. Tutoring individual adalah strategi yang
efektif yang menguntungkan banyak murid, terutama mereka yang kurang pandai
dalam suatu mata pelajaran.
Pembantu
Kelas, Sukarelawan, dan Mentor
Pantau
dan evaluasilah kelas anda untuk mengetahui apakah ada murid yang akan
tertolong jika diberi tutoring tatap muka. Cari orang di komunitas yang punya
keahlian di bidang di mana murid itu membutuhkan bantuan lebih. Beberapa orang
tua, mahasiswa, dan pensiunan mungkin tertarik mengisi kebutuhan tutoring dikelas anda.
Tutor
Teman Sebaya
Sesama siswa juga dapat menjadi
tutor yang efektif. Tutoring teman lintas usia biasanya akan lebih baik
ketimbang tutoring teman seusia. Teman yang lebih tua biasanya lebih pandai
ketimbang teman sebaya, dan diajari oleh teman sekelas biasanya akan membuat
murid yang di ajari merasa malu dan menyebabkan perbandingan sosial yang
negatif. Para peneliti telah menemukan bahwa tutoring teman sering kali
membantu prestasi murid (Johnson & Ward, 2001; Mathes dkk., 1998; McDonnell
dkk., 2001). Dalam beberapa contoh, tutoring memberi manfaat bagi tutor maupun
yang di ajari, terutama ketika tutor yang lebih tua adalah murid berprestasi
rendah. Mengajari orang lain tentang sesuatu adalah cara terbaik untuk belajar.
Pembelajaran
Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif pembelajaran yang
terjadi ketika murid bekerja dalam kelompok kecil untuk saling membantu dalam
belajar.
Riset
Terhadap Pembelajaran Kooperatif
Para
periset telah menemukan bahwa pembelajaran kooperatif dapat menjadi strategi
yang efektif untuk meningkatkan prestasi, jika dua syarat dibawah ini terpenuhi
(Slavin, 1995) :
·
Disediakan penghargaan kepada kelompok.
·
Individu dimintai pertanggung jawaban.
Jika
kondisi penghargaan dan akuntabilitas individual di atas terpenuhi,pembelajaran
kooperatif akan meningkatkan prestasi di grade yang berbeda-beda,dan
meningkatkan prestasi di bidang keterampilan dasar seperti pemecahan masalah.
Motivasi.Dalam
kelompokbelajar,biasanya terjadi pertambahan motivasi untuk belajar.Dalam studi
lain, murid SMA mendapatkan manfaat yang lebih besar dan mengekspresikan
motivasi yang lebih intrinsik untuk mempelajari konsep aljabar ketika mereka
belajar dalam kelompok ketimbang belajar sendiri-sendiri (Nichols & Miller,
1994).
Interdependensi dan Pengajaran
Teman. Pembelajaran kooperatif juga memperbesar
interdependensi dan hubungan dengan murid lain. Saat murid mengajar sesuatu
kepada murid lain, mereka cenderung belajar lebih mendalam.
Pendekatan Pembelajaran Kooperatif.
Sejumlah
pendekatan pembelajaran kooperatif telah dikembangkan. Antara lain, STAD (Student-Teams-Achievement Divisions),
kelas jigsaw, belajar bersama, investigasi kelompok, dan penulisan kooperatif.
Menciptakan Komunitas yang
Kooperatif. Untuk menciptakan komunitas belajar yang
efektif, David dan Roger Johnson (2002) percaya bahwa kerja sama dan
interpedensi positif harus ada pada sejumlah level; kelompok belajar anak
dikelas, kelas, antarkelas, sekolah, sekolah-orangtua, dan sekolah-lingkungan:
·
Kerja sama kelas.
·
Kerja sama antarkelas.
·
Kerja sama sekolah.
·
Kerja sama sekolah-orang tua.
·
Kerja sama sekolah-lingkungan.
MENYUSUN
KELOMPOK KERJA KECIL
Menyusun Kelompok
Pendekatan
pembelajaran kooperatif umumnya merekomendasikan kelompokheterogen dengan
diversitas dalam kemampuan, latar belakang etnis, status sosioekonomi, dan
gender. Alasan dibalik pengelompokan heterogen adalah ia memaksimalkan
kesempatan bagi tutoring dan dukungan sesama teman, meningkatkan relasi
antargender dan antaretnis, dan memastikan bahwa setiap kelompok setidaknya
memiliki satu murid yang bisa melakukan tugas (Kagan, 1992).
Kemampuan Heterogen. Salah
satu alasan utama untuk menggunakan pengelompokan kemampuan heterogen adalah
kelompok ini bisa membantu murid yang berkemampuan rendah, yang dapat belajar
dari murid berkemampuan tinggi.
Keahlian
Team-Building
Pembelajaran kooperatif yang baik
dikelas membutuhkan waktu untuk membangun keahlian team-building (pembentukan
tim). Ini melibatkan pemikiran tentang cara memulai team-building sejak awal
tahun ajaran baru, membantu murid menjadi pendengar yang baik,member latihan
pada murid dalam memberi kontribusi pada produk tim, meminta murid mendiskusikan
dari pemimpin tim, dan bekerja bersama pemimpin tim untuk membantu mengatasi
situasi problem.
Sekolah
Kolaboratif
Dalam
sekolah kolaboratif, guru, orangtua, dan anak membantu merrencanakan dan
mengembangkan kurikulum yang mencakup (Turkanis, 2001):
·
Menangkap momen untuk membangun ide yang
menarik yang muncul didalam diskusi kelas.
·
Mengakui bahwa murid punya agenda
belajar sendiri yang dapat memberi motivasi dan jalur ke pembelajaran di dalam
area kurikulum.
·
Mendukung unit studi yang sering muncul
selama proses kelompok, saat orang tertarik dengan perhatian orang lain, dan
mengembangkan keahlian satu sama lain.
·
Menggunakan berbagai sumber daya yang
luas dengan tidak terlalu banyak mengandalkan pada buku pegangan.
·
Memfokuskan pada pendalaman ide
besar,konsep, dan proyek besar.
0 komentar:
Posting Komentar